Oleh: Andi Juhana
Ketua Koperasi Keluarga Seribu Tangga
EDUPUBLIK – “Koperasi adalah Solusi Ekonomi Umat?. Pertanyaan, yang membuat kita bertanya-tanya. Sejauhmana, koperasi sesuai dengan syariat berekonomi berbasiskan keumatan. Tetapi, saya tidak akan membahas itu, mau syar’i atau tidaknya. Fakta, sejarah membuktikan bahwa kala semua pelaku usaha di Indonesia, baik BUMN maupun BUMS kolep akibat terjangan badai krisis multidimensional 1997—1998, hanya ada satu kelompok usaha yang mampu bertahan dari hantaman badai, yakni koperasi.”
Ironinya, proses keterbelalakan mata semua pelaku usaha ini tidak didukung oleh naluri kesadaran lebih dari pemerintah / negara. Koperasi, tetap diperlakukan sebagai unit usaha yang tidak berkeadilan dalam memperoleh akses usaha. Fakta, ketidakberpihakan pemerintah pada dunia koperasi, dapat dilihat dengan kasat mata bahwa perlakuan pemerintah tetap tidak memiliki perubahan mindset dari era ke era.
Bung Hatta
Bung Hatta dalam buku “Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun”, menyatakan bahwa Social Capital dengan tegas menyebutkan, bahwa koperasi adalah spirit ekonomi ummat. Karenanya, Bung Hatta, menyebutkan ada 7 nilai dasar sebagai spirit koperasi, yakni. Pertama, Koperasi lahir sebagai thesis kebenaran untuk menggerakkan kepercayaan (trust). Kedua, Koperasi hadir sebagai penjewantahan keadilan dalam usaha bersama. Ketiga, Koperasi ada untuk perwujudan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran. Keempat, Koperasi ada untuk penegasan rasa tanggung jawab dalam individualitas dan solidaritas. Kelima, Koperasi untuk teguhkan pepahaman yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam, Koperasi untuk kuatkan komitmen kemauan diri setiap individu untuk menolong diri sendiri, dan menggerakkan keswasembadaan serta otoaktiva. Dan, yang ketujuh adalah Koperasi adalah perwujudan pada kesetiaan dalam kekeluargaan.
Dari itu, merupakan sesuatu yang sangat bijak, apabila negera kembali meluruskan hakikat dari koperasi, sebagai sistem ekonomi yang paling sesuai dengan ajaran agama-agama, Islam terutamanya seperti yang dinyatakan oleh Surat (Q. S. Shaad 38: 24) “Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; dan amat sedikitlah mereka itu.”.
Bahkan, Rasulullah SAW makin mempertegas bersabda, yang artinya: “Allah SWT berfirman: “Aku ini Ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak mengkhianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya Aku keluar dari antara mereka.” (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah).
Dan, makin dipertegas lagi oleh Beliau melalau Sabdanya, yang berbunyi “Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang yang bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” (Al-Bukhari).
Maka, rasanya tidak ada alasan lagi bagi kita, yang sebagian besar ini, penganut agama-agama untuk mengaktualisasikan sistem ekonomi koperasi sebagai prinsip-prinsip dasar ekonomi yang paling sesuai dengan ajaran agama-agama, khususnya Islam. Sebab, hanya koperasi yang sangat mungkin mampu mewujudkan rasa keadilan dan menyejahterakan bagi semua. Hal, ini sesuai dengan konsepsi kesejahteraan (welfare) yang ditegaskan oleh H. Agus Salim, kala menjawab pertanyaan dari Bung Hatta, terkait maraknya sistem ekonomi kapitalistik. Dimana, H. Agus Salim mengatakan “perdagangan adalah termasuk dalam sistem kapitalis”, yang lebih mengedepankan keuntungan setinggi-tingginya. Sebab, menurut beliau—yang penganut faham sosialis-religius, beranggap bahwa sistem ekonomi kapitalisme merupakan sebuah kesalahan. Mengingat, sistem kapitalistik, sangat kenal pengebirian ekonomi rendah—dan beliau berkesimpulan bahwa kapitalistik dalam bentuk apapun harus dihancurkan. Walaupun ada juga jenis kapitalisme yang baik, yang mana ada beberapa saudagar kaya-raya memberi sumbangan kepada kaum miskin, tidak secara otomatis memupuskan adanya nafsu berlebihan.
Maka, H. Agus Salim, mencoba menjelaskan bahwa sistem sosialisme dalam Islam, telah lebih dulu mengajarkan faham sama rasa dan sama rata. Bahkan, beliau mengatakan bahwa jauh dari (13 abad) sebelum Karl Marx yang dikenal mengajarkan faham materialisme dan anti-Tuhan. Nabi Muhammad SAW, yang membawa faham baru telah menghapuskan kemiskinan dan menciptakan tatanan masyarakat yang sama rata. Jadi, sosialisme ekonomi yang diajarkan Rasullah, sebelum sosialisme Marxisme ada, telah lebih menjawantahkan kedailan dan kejujuran dalam berbisnis”.
Sungguh, sangatlah keliru bila, masih ada sebagian kita, mengabaikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian rakyat yang paling sesuai dengan ajaran agama-agama. Mengingat, koperasi meluruskan pemahaman yang keliru dari negara, terkait sistem keadilan ekonomi. Bahkan, koperasi telah jadi garda terdepan, guna mencapai tujuan akhir dari pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi, yang menjadikan kesejahteraan baik sosial, materi, dan spritual bagi setiap orang yang bergabung dalam ekonomi hukum berbentuk koperasi. Sebagai penutup, maka, bila kita bergabung dalam sebuah Badan usaha Koperasi, tidak kunjung meraih kesejahteraan maka, dapat dipastikan ada sesuatu yang keliru dengan cara kita berkoperasi.[red]