EDUPUBLIK, Bandung – Milangkala LSM Paku Pajajaran ke 7 digelar pada hari Selasa (02/04/2019) di Gedung Mayang Sunda jalan Peta yang dihadiri oleh beberapa unsur organisasi masyarakat, tokoh adat Sunda dan unsur pemerintah. Dalam acara tersebut berbagai acara kesenian buhun (lama – red) ditampilkan seperti benjang, wayang golek, pencak silat, kacapi suling dan karinding.
“Saya ucapkan terimakasih kepada semua undangan dari berbagai unsur yang berkenan hadir dalam acara milad Paku Pajajaran ini. Sedikit saja mengenai arti paku yaitu bisa berarti pageuh ku adat budaya Sunda dan dalam konteks lain adalah mengikat semua unsur untuk menjaga adat budaya Sunda hingga akhir nanti,” kata Suhu Ahmet Ketua selaku Umum LSM Paku Pajajaran saat pidato sambutan didepan para undangan dan anggota LSM Paku Pajajaran dalam rangka milangkala LSM Paku Pajajaran ke 7 di Bandung.
Ketua pelaksanan acara yang juga selaku Sekjen LSM Paku Pajajaran yaitu Agus Ega mengungkapkan bahwa kegiatan ini sangat penting selain sebagai hari ulang tahun. “Dengan acara seperti ini seluruh unsur organisasi yang tergabung dalam LSM Paku Pajajaran bisa berkomunikasi dan merekatkan tali silaturahmi secara langsung,” ungkap Agus.
Kadisparbut Kota Bandung Kenny Dewi Kanaisari mengungkapkan rasa bangga dan senangnya dengan keberadaan LSM PAku Pajajaran ini yang salahsatu misinya adalah mampertahankan budaya Sunda. “Saya merasa tenang dan bangga dengan adanya LSM Paku Pajajaran ini dan saya berharap bisa bersinergi dengan phak dinas Pariwisata Kota Bandung,” Kata Kenny. “Saya juga berharap LSM Paku Pajajaran ini sering melakukan kegiatan kesenian agar seni Sunda bisa terus bertahan bahkan bisa terus berkembang ditengah kemajuan zaman,” lanjutnya lagi.
Sementara itu salahseorang tokoh Sunda yaitu Hari Mulya Subagja mengungkapkan bahwa jangan sampai orang mengenal Sunda hanya dari keseniannya saja. “Budaya sunda itu adalah tatanan hidup yang seharusnya dilaksanakan oleh orang Sunda dalam pola kehidupannya,” kata Hari. “Jadi jangan anggap Sunda itu adalah sebuah suku karena istilah suku itu sangat kecil dengan penyakit matuhnya suku (kaki – red) adalah rorombeheun yang bisa memecah belah kondisi suku,” lanjutnya lagi.
Hal lain yang paling diingatkan oleh Hari adalah jangan sampai kedepannya ada kata-kata “dulu pernah ada suku dan budaya Sunda” . “Jika nanti terungkap kata-kata bahwa dulu perah ada suku dan budaya Sunda, artinya kita sudah tidak ada lagi dalam sejarah,” kata Hari. “Kita harus menjaga eksistensi budaya Sunda hingga akhir masa kelak,” pungkasnya lagi.[red]