EDUPUBLIK, Bandung – Aksi protes ke kantor PLN Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Tengah I (UIP JBT I) dan Gedung DPRD Jawa Barat di lakukan puluhan warga terdampak Mega proyek Upper Cisokan. Aksi demo ini digelar warga sebagai bentuk aspirasi dan protes warga terhadap pembebasan lahan milik mereka yang sampai saat ini belum terbayarkan oleh pihak PLN. Hal ini dikatakan Aom Roedy Wiranatakusumah SH selaku penasehat hukum warga kepada awak media disela pertemuan antara warga terdampak dengan pihak PLN di kantor PLN UIP JBT I, di Jalan Karawitan Nomor 32, Kamis (8/3/2018)
Bukan yang kali pertama Kedatangan warga ini, kata Aom Roedy, adalah untuk menyampaikan tuntutan yang selama empat tahun ini masih tercecer haknya. Dengan kata lain, hak-hak warga belum terbayarkan seluruhnya. Menurut Roedy, sudah berkali-kali mereka meminta dengan cara dan langkah persuasif tetapi PT. PLN dinilai arogan serta menggunakan cara-cara kekerasan dengan cara intimidasi disalah satu lahan milik Sulton dengan menempatkan personel Polisi dan TNI di lahan milik warga tersebut.
“Saya sebagai kuasa hukum warga, telah melayangkan dua gugatan baik perdata maupun pidana, dalam perdata gugatan ditujukan kepada PLN sebagai tergugat 1 dan pihak tergugat 2 Panitia Pembebasan Lahan (P2T) yang pada saat itu Sekda KBB, sebagai Ketua Panitia dan Mumun tergugat 3. Untuk gugatan pidana, PLN bertanggung jawab atas perusakan properti milik Sulton,” terang Aom. “Kami juga sudah melayangkan ke Kantor Sekretariat Presiden untuk permasalahan ini, agar menjadi perhatian karena ini adalah proyek terbesar di asean,” tambahnya.
Mewakili warga dalam menyampaikan tuntutan kali ini, Aom Roedy mengatakan mudah-mudahan ini adalah kali terakhir warga datang menuntut hak. Aom juga berharap pihak PLN segera menyelesaikan tuntutan warga dalam waktu segera mungkin. “Jangan terus menerus menunda penyelesaian, bayangkan sudah empat tahun warga dibuat menunggu,” ungkap Aom.
Menurutnya, selama empat tahun terakhir, warga sudah cukup sabar dan berupaya kooperatif dalam menempuh apa yang menjadi hak mereka. Lanjut Aom, “jika hak warga terus menerus digantung seperti ini dan saya sudah tidak lagi menjadi kuasa hukum mereka, saya khawatir akan terjadi sikap perlawanan warga secara fisik dan dapat menimbulkan situasi yang tidak kondusif, terlebih di tahun politik 2018 ini,” tutur Aom.
Sementara itu, usai deadlock dalam audiensi di kantor PLN, warga kembali menyuarakan aspirasi mereka di Kantor DPRD Jabar. Roedy mengatakan, sebelumnya mereka sudah mengajukan surat resmi enam bulan lalu untuk minta audensi dengan DPRD Jabar melalui Komisi I. Namun, sampai saat ini belum juga ada jawaban dari Komisi I. “Terus terang kami sangat kecewa, warga jauh-jauh dari kampung untuk menyampaikan aspirasi ke wakil rakyat (DPRD Jabar-red), namun, ternyata tidak ada satupun anggota dewan yang mengantor, kami hanya ditemui Kasubag Aspirasi DPRD Jabar,” tegasnya.
Kata dia, dengan tidak adanya anggota Dewan yang mau menerima kami, maka perlu dicatat oleh rekan-rekan media, bahwa kompetensi anggota DPRD Jabar saat sudah tidak pantas dianggap sebagai wakil rakyat. Mereka sibuk berkempanye memperjuangkan calon kepala daerah, sehingga tidak ada waktu untuk menerima kami. “Ingat, ini tahun politik! Kalau aspirasi warga tidak ditanggapi, jangan salahkan warga korban Cisokan yang berjumlah sekitar 7.000 warga kalau tidak mau menggunakan hak suaranya dalam ajang Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres 2019 mendatang. Kami tidak ingin, rakyat hanya dijadikan boneka politik semata dan digunakan untuk kepentingan politik demi meraih kursi Dewan. Namun setelah duduk dikursi Dewan lupa bahwa mereka ini wakil rakyat, yang punya kewajiban memperjuangkan aspirasi rakyat,” tegasnya.
Dijelaskannya, warga bukan menolak pembangunan megaproyek Cisokan, tapi menuntut hak warga dalam hal pembebasan lahan dibereskan. “Untuk itu, kami datang ke DPRD Jabar ini hanya minta difasilitasi oleh Wakil Rakyat Jabar. Namun, kami katakan kecewa berat, anggota dewan tidak ada satupun. Soal aspirasi yang ingin warga sampaikan ke dewan Jabar ini, diantaranya ada tindakan kekerasan terhadap warga, penyalahgunaan kewenangan, dan adanya indikasi penggelembungan biaya pergantian lahan.
Selain itu, mereka juga sudah menggugat secara perdata, PLN tergugat I dan Sekda Kab Bandung Barat tergugat II kerana keduanya adalah pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembebasan lahan. “Warga tadinya sangat berharap Wakil Rakyat Jabar, yang bisa mengayomi, memberikan suatu kepastian, namun sangat disayangkan, kepercayaan rakyat dikecewakan. Kita datang jauh-jauh, tapi hasil kecewa berat,” tegasnya.
Dan sementara itu, Sulton salah seorang warga korban Cisokan mengatakan, Desa Cinengah, Kec. Rongah, Kab Bandung Barat yang lahannya terkena proyek Upper Cisokan PLN mengaku bahwa lahannya sudah berbentuk SHM (Sertifikat Hak Milik) dan sudah dikuasi oleh PLN selama 4 tahun. “Walaupun saya sudah berkali-kali menanyakan ke Pemerintah Desa, Kecamatan dan KBB termasuk ke PLN, namun sampai sekarang tanah saya belum juga ada pergantian alias belum ada pembayaran dari PLN,” tegasnya.
Pada tempat yang sama, Kasubag Aspirasi DPRD Jabar, Drs. Hermansyah mengatakan, anggota DPRD Jabar bukan tidak mau menerima aspirasi warga korban Cisokan ini, melainkan kebetulan hari ini seluruh Komisi sedang melaksanakan tugas diluar termasuk jaga Komisi I saat ini sedang melkukan kunker ke Kab Sukabumi. “Kami atas nama kesekretaritan DPRD Jabar, mohon maaf dan aspirasi hari ini akan kami sampaikan ke Komisi I, agar segera diagendakan,” jelas Hermansyah. [cy/sa]