EDUPUBLIK, Kab. Bandung – Jajaran Satgas Citarum Sektor 21 Subsektor 07/Cisangkuy melaksanakan giat sidak ke PT Mitra Rajawali Banjaran (PT MRB) yang merupakan anak perusahaan BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT NRI) yang memproduksi alat kesehatan. Diantaranya adalah jarum suntik dan alat kontrasepsi jenis kondom untuk pria, Senin (17/12/2018).
Kegiatan sidak oleh jajaran Subsektor 21-07 ini adalah tugas rutin yang dilakukan untuk memastikan industri yang berpotensi membuang limbahnya ke aliran sungai, sudah memenuhi parameter yang ditetapkan oleh Satgas Citarum Sektor 21 dalam mengembalikan ekosistem di DAS Citarum.
Disaksikan oleh awak media, anggota Subsektor 21-07 mengecek IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) dari perusahaan yang pernah membukukan sebagai produsen kondom terbesar di Asia Tenggara ini.
Namun saat pengecekan, IPAL sedang tidak beroperasi, sehingga tidak bisa melihat langsung hasil dari pengolahan limbahnya.
Justru yang memprihatinkan adalah kondisi IPAL yang berada di belakang pabrik tersebut tampak kurang terawat. Banyak rumput dan ilalang yang tumbuh tinggi di area IPAL, selain itu beberapa fasilitas sudah di makan karat. Ini ironis dengan kondisi di depan kantor dan pabrik yang tertata rapi.
Seusai pengecekan IPAL, anggota Satgas Citarum dan awak media diterima oleh Bagian Umum PT MRB, H Sirojudin.
Ditanya oleh wartawan terkait dengan kondisi IPAL, dijabarkan oleh Sirojudin, “Begitulah keadaannya, perusahaan kami selama ini selalu mengalami defisit, akhirnya karyawan juga kemarin ada penyusutan. Tapi alhamdulillah tahun-tahun ini mulai bangkit lagi, namun pekerja kebun masih terbatas. Dari depan mau penataan ke belakang, yang di depan (rumput) sudah tumbuh lagi,” jelasnya.
“Untuk membabat rumput itu hanya dua orang,” tambahnya.
Mengenai IPAL yang saat ini tidak beroperasi, diterangkan oleh Sirojudin, “Kita saat ini belum memproduksi kondom, jadi sedang stop mesin, hanya sedikit sekali yang kita gunakan sekarang untuk produksi alat suntik,” terangnya.
Jika sedang produksi kondom dan sarung tangan, kata Sirojudin, kami mengambil air (in take) dari Sungai Citalugtug selain dari Jasa Tirta, setelah itu air baku dari sungai tersebut diolah terlebih dahulu sebelum masuk ke produksi. Hasil olahan limbah juga kita pakai kembali (recycle),” terangnya. Ia mengungkapkan, jika pun ada yang keluar itu bukan air limbah, tetapi air pembuangan drainase, air hujan.
Namun secara prinsip, diyakinkan oleh Sirojudin bahwa pihaknya mendukung Program Citarum Harum yang sedang digalakkan oleh pemerintah dan komponen masyarakat. [st/sa]